Senin, 20 Februari 2012

Komunikasi Lewat Dialog


Komunikasi dan berkomunikasi itu punya banyak kendala. Kendala ini biasa disebut dengan noise atau distorsi. Penyebabnya ada bermacam-macam. Ada yang teknis dan ada yang non teknis. Berapa sering Anda mencoba berkomunikasi dan terkendala oleh hal-hal yang non teknis seperti ini?

- Etnis;
- Ras;
- Gender;
- Generasi;
- Agama;
- Pangkat atau status;
- Kelompok atau golongan;
- Kesenjangan usia; dan sebagainya.

Semua itu, bisa mengganggu komunikasi Anda.

Jika Anda seperti para praktisi HR alias Human Resources atau menjadi trainer profesional, Anda pasti bisa memahami bahwa aspek demografi di dalam perusahaan terus berubah dan berkembang. Perubahan ini akan menghasilkan berbagai tantangan baru dalam mencapai efektifitas kolaborasi dan komunikasi secara internal di dalam perusahaan atau organisasi.

Inilah tantangan terbesar orang-orang yang bergerak di dunia human resources alias HR. Mereka harus siap dengan semua jawaban atas setiap pertanyaan yang muncul dari kendala-kendala di atas. Dan kegagalan dalam mengatasi semua kendala itu, adalah kemunduran dalam budaya dan profitabilitas perusahaan.

Bagaimana menjembatani semua perbedaan persepsi di atas?

Jawabannya ada pada keahlian yang sudah berumur tua tapi sempat dilupakan oleh manusia, yaitu dialog. Dan dialog, menjadi alat terbaik yang bisa membantu Anda, manakala Anda menghadapi kendala komunikasi.

Dialog itu penemuan purbakala. Berabad-abad lamanya ia dilupakan oleh berbagai peradaban. Sampai kemudian, ia 'ditemukan kembali' oleh David Bohm, seorang ahli fisika di London University. Dan kini, dialog mendapat pengakuan kembali sebagai harta yang tak ternilai harganya.

DIALOG BUKAN PERCAKAPAN

Dialog bukanlah percakapan, sebab ada aturan khusus di dalam dialog, yang tidak digunakan dalam percakapan yang biasa.

DIALOG BUKAN NEGOSIASI

Sebab Anda tidak sedang mencoba mencapai secara langsung, keputusan atau kesepahaman tertentu dengan lawan bicara Anda.

DIALOG BUKAN DEBAT

Di dalam debat, setiap pihak yang berdebat meyakini bahwa posisinya adalah benar. Artinya, posisi lawan bicara adalah salah. Di dalam dialog, setiap pihak yang terlibat akan menerima informasi yang berharga dan pada saat yang sama, sama-sama mencoba memahami posisi lawan bicara.

Di dalam debat, Anda mendengar dan mencari, apa-apa yang salah dari argumentasi lawan bicara Anda. Dengan begitu Anda berkeinginan untuk mengkonternya dan menunjukkan betapa benarnya posisi Anda. Di dalam dialog, Anda harus mendengar apa yang benar dari argumentasi lawan bicara Anda, untuk lebih memahami dan mengerti posisinya. Lebih jauh lagi, Anda mencari tahu apa-apa yang bisa Anda pelajari dari perspektif yang berbeda.

Di dalam debat, Anda mempertahankan sudut pandang Anda sendiri, dan mengkritisi sudut pandang lawan bicara. Di dalam dialog, Anda menguji semua sudut pandang -- sudut Anda dan sudut lawan bicara Anda, untuk mencari tahu apa yang bisa Anda berdua pelajari. Anda menunda 'penghakiman' Anda, dan mencoba melihat segala sesuatu dengan cara yang baru.

Di dalam debat, tujuan Anda adalah menang. Di dalam dialog, tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah. Sasarannya adalah saling mengerti.
KAPAN PERLU DIALOG

Dialog bukan alat komunikasi yang universal untuk segala situasi. Jika Anda sudah punya cara lain yang lebih sederhana dan bisa berfungsi dengan baik, Anda tidak perlu berdialog. Dengan kata lain, dialog adalah pilihan terakhir dalam berkomunikasi. Jika hanya dengan mengangguk atau menggeleng sudah cukup, untuk apa membuka mulut?

Dialog menjadi alat yang sangat berarti untuk membangun rasa saling menghormati di antara sesama kolega. Di suatu organisasi, atau di suatu perusahaan. Dengan rasa saling menghormati itu, apa-apa yang menjadi tujuan perusahaan dan organisasi, bisa tercapai dengan efektif.

DI MANA BERDIALOG

Pada hampir semua kasus, hasil terbaik dari dialog bisa diperoleh dengan dialog yang diselenggarakan di luar tempat kerja, alias off-site dialog. Ini bisa menghindari kecurigaan, judgement atau salah persepsi.

BUKAN TENTANG KENDALA

Semua ini bukanlah persoalannya:

- Etnis;
- Ras;
- Gender;
- Generasi;
- Agama;
- Pangkat atau status;
- Kelompok atau golongan;
- Kesenjangan usia; dan sebagainya.

Dasar dari proses dialog tidak terkait langsung dengan semua kendala itu. Dialog bisa dilangsungkan antara dua orang atau antar kelompok. Bahkan, dialog bisa dilakukan tanpa fasilitator, walaupun fasilitator profesional biasanya bisa membuat proses dialog menjadi lebih efektif, khususnya untuk dialog dalam kelompok besar.

ENAM ATURAN DASAR BERDIALOG

1. Bersikap terbuka dan menunda 'penghakiman' - jangan menyalahkan sudut pandang lawan dialog;

2. Pisahkan proses dialog dari proses pengambilan keputusan - dialog mendahului pengambilan keputusan, negosiasi atau tindakan;

3. Bicaralah atas nama diri Anda sendiri, tidak mewakili orang lain, dan perlakukan orang lain setara dan seimbang;

4. Dengarkan mereka dengan empati - buat mereka tahu bahwa Anda mendengarkan dan punya perhatian;

5. Carilah persamaan-persamaan - yaitu wilayah-wilayah poin yang Anda juga bisa menyetujuinya;

6. Cari asumsi-asumsi yang tersembunyi, lalu kemukakan dengan bijak - apalagi, jika itu ada di dalam diri Anda sendiri.

Aturan dasar berdialog di atas, bisa dikategorikan ke dalam tiga kelompok besar aktivitas yaitu:

- Menahan diri;
- Mendengarkan;
- Menemukan.

MENAHAN DIRI

Tahan diri Anda dari judgement, mengambil keputusan sepihak atau mempermasalahkan status. Lupakan sementara, apa saja yang ada di dalam kepala Anda tentang mereka, untuk membuka kemungkinan munculnya berbagai hal yang belum Anda ketahui sebelumnya. Dengan begini, Anda akan memahami sudut pandang orang lain. Lupakan dulu status Anda, sebab orang lain akan memcoba melihat konsekuensi berdasarkan status Anda. Apalagi, jika jabatan Anda cukup tinggi. Ingatkan mereka tentang status Anda, hanya jika dialog usai dan telah tiba saatnya untuk mengambil keputusan.

MENDENGARKAN

Mendengar adalah untuk mencari tahu pemahaman di belakang semua posisi dan perspektif yang berbeda. Dengarlah dengan aktif. Konfirmasikan hal-hal yang Anda kurang memahaminya. Dengar tanpa memformulasikan respon. Sebab, itulah yang terjadi dalam debat atau negosiasi. Anda tidak perlu meyakinkan mereka tentang perspektif Anda. Anda hanya perlu menunjukkan bahwa Anda mendengar dan punya perhatian. Mereka akan terbuka dan merasa nyaman. Dan mereka akan berhenti, jika merasa ada perbedaan dalam hal keyakinan, tata nilai dan perasaan.

MENEMUKAN

Bertanyalah untuk menemukan dan mengklarifikasi apa yang Anda dengar, dan yakinkan bahwa Anda memang mengerti. Temukan berbagai asumsi yang tersembunyi. Dialog adalah alat terbaik untuk memunculkannya ke permukaan. Dan asumsi yang tersembunyi, biasanya berakar pada ketidakpahaman dan ketidakpercayaan. Membuatnya tidak tersembunyi lagi, akan memperbaiki tingkat pengertian dan penghargaan, dan mengarah pada berbagai kemungkinan baru yang lebih baik.

Berkomunikasilah untuk saling mengisi, dan berdialog jika mentok.


Robert Rosell

0 komentar:

Posting Komentar