PENUNDAAN ADALAH KUBURAN DI MANA
KESEMPATAN DIMAKAMKAN
Prokrasinasi atau procrastination, artinya penundaan atau menunda-nunda. Secara
teknis, apa yang ditunda adalah "memulai" dan
"menyelesaikan". Berapa banyak hal yang kita tunda setiap hari?
Apapun alasan kita, menunda selagi kita bisa melakukannya sekarang, tidak lebih
dan tidak kurang adalah menghambur-hamburkan peluang.
SEBAB-MUSABAB SIKAP MENUNDA
1. Kesalahan persepsi tentang hidup.
Sebagai manusia, kita tidak hanya menciptakan kata-kata. Sebaliknya, kata-kata
juga membentuk persepsi kita. Ambil contoh kata "bekerja". Kata ini
punya konotasi negatif. Kita seringkali tidak melihatnya sebagai berkah,
melainkan sebagai beban atau hukuman. Bekerja menjadi tidak nyaman dan tidak
menyenangkan, dan karena itu, ia cenderung dihindari. Itu sebabnya, kita
menjadi malas.
Kita sering mengatakan "mau berangkat kerja". Bisakah Anda
membayangkan kata itu diucapkan oleh Picasso, Mozart, Peter Pan, Radja, atau
Ratu? Bisakah Anda membayangkan bahwa Dian Sastro mengatakan "saya mau
berangkat kerja"? Sebagai seniman, mereka jelas lebih memilih kalimat
"saya mau berkarya". Apa sebabnya? Sebab mereka tidak merasa bekerja,
melainkan merasa melakukan sesuatu yang disenangi atau dicintainya. Mereka
merasa sedang menghasilkan karya besar. Apa artinya? Artinya, bekerja adalah
media bagi mereka untuk menghasilkan berbagai masterpiece.
Dengan memahami bagaimana para seniman menikmati proses berkarya itu, kita bisa
mencintai apa yang kita kerjakan.
2. Merasa kewalahan.
Kita sering merasa terlalu banyak tugas yang harus dikerjakan. Dalam hal ini,
kita perlu mengingat bahwa sebuah perjalanan 1.000 kilometer, selalu dimulai
dengan langkah pertama. Artinya, kita harus punya keberanian untuk memulai.
Sebesar apapun impian Anda, jika Anda memecahnya menjadi berbagai paket kecil,
maka Anda akan tetap bisa mencapainya, satu per satu.
3. Takut gagal.
Takut gagal juga bisa menciptakan penundaan. Misalnya seseorang yang bermimpi
bisa menulis buku. Selama dirinya merencanakan untuk menulisnya "pada
suatu hari kelak", maka ia masih mungkin mencapainya. Jika ternyata ia
berhasil memulainya dan kemudian bisa menyelesaikannya, tapi ternyata tidak ada
yang membeli bukunya, maka...wah.....! Akan ada kegagalan.
Benarkah akan ada kegagalan? Bagaimana bisa ia gagal jika ia terus belajar dari
berbagai kesalahan?
Jangan biarkan ketakutan menghentikan Anda. David J. Schwartz mengatakan,
"Untuk menghadapi ketakutan, bertindaklah. Untuk semakin takut -
tunggulah, berhentilah, tundalah."
4. Sifat alamiah manusia.
Secara alamiah, kita sebagai manusia ingin menghindari sakit dan meraih
kesenangan. Jika Anda melihat bekerja sebagai MENYAKITKAN dan menonton TV
sebagai kesenangan, maka Anda cenderung menunda kerja dan memilih menonton TV.
Jika Anda seperti ini, maka Anda termasuk "kaum sufi", alias kaum
yang suka tifi.
MENGAPA HARUS SEKARANG?
SAAT INI, kita semua sedang berada di sebuah terminal transit. Keberadaan kita
hanya SEMENTARA, dan kita akan melanjutkan perjalanan. Terminal itu adalah
HIDUP. Jadi apalagi yang kita tunggu? Waktu untuk melakukan berbagai hal secara
berbeda, saat untuk menentukan prioritas, dan terus maju menuju kesuksesan,
adalah SEKARANG. Kita tidak bisa lagi menunggu lebih lama.
Tidak perlu lagi Anda memperlakukan hidup seperti hujan. Anda menunggu sampai
hujan reda, kemudian baru melanjutkan perjalanan. Hidup Anda bukanlah hujan.
Hidup Anda adalah WAKTU.
Pakar Manajemen Waktu Alan Lakein mengatakan, "Waktu = Hidup.
Sia-siakanlah waktu Anda, maka Anda menyia-nyiakan hidup Anda. Kuasai waktu
Anda, maka Anda menguasai hidup Anda."
Dan pedoman hidup Anda mengatakan, "Sesungguhnya manusia berada dalam
kerugian. Kecuali mereka yang beriman dan beramal soleh."
1. Tidak waktu untuk menunda. Yang Chu (440 ~ 360 SM) mengingatkan kita,
"Seratus tahun adalah hidup yang panjang. Belum tentu satu orang dari
seribu yang akan mencapainya. Dan jika seseorang bisa setua itu, waktunya masih
didiskon dengan kehidupan bayi dan masa kepikunan. Kemudian dikurangi lagi
dengan saat tidurnya. Dikurangi lagi dengan masa sakitnya. Dikurangi lagi
dengan masa sedihnya. Dikurangi lagi dengan masa takutnya. Maka jumlah waktu
senangnya, hanya akan sepuluh tahun saja. Dengan begitupun, tidak ada satu jam
pun yang tidak terbebas dari kekhawatiran."
Austin Dobs: "Time goes by, katamu? Ah tidak. Waktu tetap di tempatnya.
Kitalah yang pergi."
2. Lebih cepat kita bertindak, lebih cepat kita belajar dari pengalaman,
melakukan perbaikan, dan mendapatkan hasilnya. Ingatlah bahwa berbagai hal,
akan kita lakukan lebih lama daripada yang kita bayangkan. Dan lagi, kita
mungkin belum akan benar di saat pertama. Kita tidak bisa memilih hari dan
waktu di mana kita akan sukses. Tapi kita bisa memilih untuk melakukannya
SEKARANG. Sekaranglah saatnya untuk merealisasikan bagian awal dari sukses
kita.
3. Sekalipun segala sesuatu menuntut waktu lebih lama dari yang kita bayangkan,
semua itu juga lebih mudah DILAKUKAN daripada dibayangkan. Keuntungan manusiawi
ini akan hilang menguap jika kita terus menunda. Saat kita menunda, jumlah
tugas akan bertambah, waktu yang tersisa akan menyusut. Saat kita ingin
mewadahi segala tugas di gayung kecil waktu kita, kualitas upaya kita akan
menurun drastis, dan risiko melakukan kesalahan akan menjadi lebih besar.
Ikhwan Sopa mengatakan, "Segala hal lebih berat di kepala daripada di
pundak."
Aidh Al-Qarni (pengarang "Don't Be Sad" - "La Tahzan") mengatakan,"Usahlah
engkau tanggung beban dunia. Biarlah bumi saja yang menanggungnya."
Delegasikan tugas Anda ke bumi, lewat jiwa dan raga Anda.
4. Bertindak SEKARANG adalah kesimpulannya. Kekuatan Anda bertindak hanya ada
pada SEKARANG. Anda tidak bisa bertindak BESOK, sebab besok belum tentu ada.
Anda tidak bisa bertindak KEMARIN, sebab kemarin sudah tiada. KEMARIN dan BESOK
tidak bisa membantu Anda. SEKARANG-lah yang bisa.
5. Konsekuensi dari tindakan positif akan mendongkrak nilai, rasa PD, pengetahuan
atau pemahaman, dan KEKUATAN Anda. Adakah waktu yang lebih tepat untuk
menikmati semua keuntungan itu selain SEKARANG?
6. Nikmati hidup Anda SEKARANG, daripada melihat orang lain menikmati hidupnya.
Jadilah pemain dan bukan penonton. Daripada menonton apa yang terjadi pada diri
Anda, ciptakanlah apa yang Anda inginkan terjadi pada diri Anda.
7. Temukanlah diri Anda. Kejutkanlah diri Anda, buatlah diri Anda terperangah
dengan menjadi seseorang yang Anda sendiri tidak pernah membayangkannya.
8. Anda pernah menyesali waktu yang telah Anda sia-siakan? Jika ya, gunakan
penyesalan itu untuk memacu Anda. Dengan bertahan pada prioritas, Anda akan
melindungi diri sendiri dari penyesalan di kemudian hari.
9. Songsonglah kesempatan, dan kesempatan memang disediakan untuk mereka yang
mengambil tindakan. Sekali ia menampakkan diri, Anda harus segera bertindak
karena ia tak akan muncul dua kali. Kesempatan adalah cacing yang menunggu
early bird.
10. Jika Anda menyibukkan diri, Anda tak akan punya waktu untuk mengeluh atau
jatuh di bawah pengaruh negatif orang lain.
11. Ciptakan lebih banyak waktu! Jika Anda selalu mengerjakan sesuatu segera
setelah ia muncul, maka Anda telah efisien dalam bertindak. Dan dengan begitu,
Anda akan punya lebih banyak waktu.
12. Alamilah kedamaian pikiran. Anda tidak akan bisa mengerjakan semua hal yang
Anda inginkan. Akan tetapi, jika Anda bisa mengerjakan hal terpenting yang
harus dikerjakan, maka Anda akan tidur dengan nyenyak.
Jadi kapan? Bagaimana dengan pertengahan antara kemarin dan besok!?
MERUBAH SIKAP MENUNDA
Penundaan adalah kuburan di mana kesempatan dimakamkan. Jika waktu adalah
kehidupan, maka penyia-nyian waktu adalah pembunuhan. Artinya,
penundaan itu MEMATIKAN.
Abraham Lincoln mengatakan, "Berbagai hal akan datang kepada mereka yang
menunggu. Akan tetapi, itu semua hanya sisa dari mereka yang
bergerak."
1. Klarifikasi sasaran pribadi.
Klarifikasilah sasaran pribadi Anda dengan tegas dan jelas. Pastikan Anda bisa
melihat atau mengingatnya di mana saja. Apa yang "harus" adalah apa
yang paling penting bagi Anda. Jika keadaan memang memaksa Anda untuk menunda,
pertegas alternatifnya. "Saya mestinya belajar malam ini. Tapi saya
terlalu lelah hari ini. Saya harus tidur. Saya AKAN belajar setelah solat
Subuh."
2. Ganti "harus" dengan "ingin".
Saat Anda mengatakan "harus" melakukan sesuatu, secara tidak langsung
Anda mengatakan "dipaksa" melakukannya. Anda jelas akan berontak.
Penundaan adalah mekanisme pertahanan Anda untuk menghindari sakitnya sebuah
pemaksaan.
Solusi bagi Anda, adalah memahami bahwa Anda memang tidak perlu mengerjakan apa
yang tidak ingin Anda kerjakan. Mungkin akan ada konsekuensi serius dari sikap
seperti ini. Namun Anda harus memahami bahwa Anda memang selalu bebas dalam
memilih. Tak ada seorang pun, yang memaksa Anda bekerja atau berbisnis
sebagaimana yang Anda lakukan saat ini. Anda telah menjadi seperti sekarang
ini, adalah akibat dari segala keputusan yang telah Anda ambil dengan bebas
selama ini.
Jika Anda tidak ingin menjadi dokter, padahal Anda sekarang adalah dokter, maka
Anda menjadi dokter adalah karena Anda memutuskan untuk menjadi dokter. Jika
Anda memang tidak ingin dipaksa menjadi dokter, katakanlah 'tidak' pada orang
tua Anda misalnya. Jika Anda memilih untuk tidak pernah mengatakannya, maka
profesi dokter adalah pilihan Anda sendiri. Dan jika sekarang Anda ingin
beralih profesi, itupun adalah pilihan Anda sendiri.
Ingatlah bahwa kebiasaan menunda tidak terjadi pada seluruh area kehidupan
seseorang. Seseorang yang jagoan menunda sekalipun, selalu punya satu atau
beberapa hal yang tidak pernah ditundanya. Orang itu selalu punya pilihan untuk
INGIN mengerjakannya.
Artinya, kebiasaan menunda-nunda bisa dikurangi dengan memahami keberadaan
pilihan. Anda bisa memilih untuk INGIN atau HARUS mengerjakan sesuatu. Ubahlah
keharusan mengerjakan sesuatu, menjadi keinginan untuk mengerjakannya.
3. Ganti "selesaikan" dengan "mulailah".
Saat Anda merasakan bahwa pekerjaan Anda tidak pernah selesai, Anda akan merasa
kewalahan. Berikutnya, godaan tentang waktu luang atau selesainya perkerjaan
akan mulai mempengaruhi Anda. Anda mulai malas, dan akhirnya menunda atau
membiarkan pekerjaan Anda terbengkalai. Anda telah menggeser prioritas Anda,
hanya karena ingin menunda suatu pekerjaan. Ubahlah cara berpikir Anda.
Pecahlah tugas Anda ke dalam paket-paket kecil. Apalagi yang harus saya
kerjakan? Mana lagi yang harus saya mulai?
Gantilah:
"Bagaimana saya harus menyelesaikan semua ini?"
Menjadi:
"Langkah kecil apa yang bisa saya mulai sekarang juga?'
4. Ganti "all or nothing" dengan "better small than nothing at
all".
Berpikir bahwa pekerjaan Anda harus sempurna, akan mencegah Anda untuk
memulainya. Percaya bahwa mengerjakan segala sesuatu yang duniawi haruslah
sempurna, adalah resep untuk stress. Jebakan sempurna, akan membuat Anda
terlalu banyak berpikir dan akhirnya menggeser tindakan ke menit-menit
terakhir. Dengan itu Anda telah merasa menemukan jalan keluar. Kemudian, Anda
mulai bekerja. Tapi tiba-tiba, Anda menyadari bahwa waktunya tidak cukup lagi.
Kemudian Anda meminta penambahan waktu. Dan jika Anda mendapatkan waktu
tambahan, Anda memulainya lagi dari awal. Kemudian Anda menundanya lagi. Kurang
waktu - tambah waktu - kurang waktu - tambah waktu... sampai kapan? Anda tidak
akan pernah sempurna!
Kesempurnaan manusia terletak pada keterbatasan dan kekurangannya. Jika manusia
tidak lagi memiliki kekurangan dan keterbatasan, maka ia tidak sempurna lagi
sebagai manusia. Beri izin pada diri Anda untuk menjadi manusia seutuhnya.
Menjadi manusia yang sempurna, lengkap dengan batasan dan kekurangannya.
Pernahkah Anda temui software komputer yang sempurna? Alat yang sempurna? Benda
yang sempurna?
Ketidaksempurnaan dari apa yang Anda kerjakan hari ini, adalah lebih baik
daripada sesuatu yang sempurna tapi tak pernah terjadi.
5. Ganti "hu...hu...hu" dengan "ha...ha...ha".
Ubahlah suasana kerja yang tidak nyaman dengan kegembiraan. Ciptakan jaminan
bahwa Anda akan bekerja dalam kegembiraan. Untuk bergembira, Anda harus
menciptakannya. Kegembiraan tidak tergantung pada suasana, tapi tergantung pada
kemauan Anda.
Pernahkan Anda merasakan betapa beratnya beban kerja Anda? Panjangnya jam kerja
Anda? Tanpa bergembira? Lembur melulu? Yang itu-itu juga?
Pastikanlah bagian yang bisa "bergembira" dari diri Anda. Kemudian,
susunlah berbagai pekerjaan Anda di sekitar dan sekelilingnya. Maka,
kegembiraan Anda akan terjamin. Anda bisa senang dengan utak-atik mobil?
Lakukan itu dan tunjukkan kepada teman sekantor. Anda senang ikan hias?
Taruhlah akuarium di meja kerja Anda. Anda senang musik? Belilah earphone agar
tak mengganggu 'kesenangan' orang lain.
Sekilas, anjuran di atas seperi kontraproduktif. Sebaliknya, secara ekstrem
justru membuat Anda lebih produktif. Inilah yang disebut dengan "reverse
psychology".
Dengan 'settingan' seperti di atas, jika Anda mulai merasa berlebihan dalam
bergembira, maka Anda akan mulai "ingin" bekerja. Anda tidak lagi
merasa "harus" bekerja, tapi Anda memang menginginkannya. Motivasi
Anda akan melejit. Itu terjadi karena Anda merasa sudah cukup bergembira. Libur
yang terlalu lama, akan membuat Anda rindu pada kerja. Persis seperti
pengangguran yang merindukan pekerjaan.
6. Gunakan "kotak waktu".
Pecah tugas Anda ke dalam paket-paket kecil. Kumpulkan berbagai tugas kecil
Anda itu, dan masukkan semuanya ke dalam kotak waktu Anda. Aturlah kotak waktu
Anda untuk 30 menit. Kelompokkan tugas-tugas kecil Anda menjadi satu gugus
tugas, yang seluruhnya dapat diselesaikan dalam waktu 30 menit atau kurang.
Setelah 30 menit, hadiahi diri Anda sendiri dengan bonus yang sepadan, misalnya
menonton TV, makan camilan atau hadiah lain yang cukup merangsang. Setelah itu,
kerjakan lagi 'paket 30 menit' berikutnya, dan kejar hadiah yang lain.
Secara umum, Anda pasti punya daya tahan jika bekerja hanya 30 menit. Apalagi,
jika hadiahnya cukup menggiurkan.
7. Terima diri apa adanya.
Terimalah diri Anda "apa adanya". Berhentilah memikirkan "ada
apanya" dengan diri Anda. Kebiasaan Anda menunda-nunda, mungkin membebani
Anda. Untuk tidak menjadikannya penyebab stress lanjutan, terimalah diri Anda
sebagai pembelajar:
- Beri waktu bagi diri Anda untuk berubah;
- Beri kesempatan bagi diri Anda untuk 'naik' dan 'turun';
- Hargai diri Anda untuk apapun yang Anda kerjakan;
- Sering-seringlah memaafkan diri Anda sendiri.
Materi dari University of Texas at Austin Learning
Center dan Chuck
Gallozzi